Wednesday, 29 April 2015

Lefty Fish: Mainan Baru Halim Budiono yang Tidak Main - Main

Saya berjumpa lagi dengan Halim Budiono awal Maret silam setelah setidaknya enam bulan berselang. Ketika itu, gitaris Cranial Incisored ini menanyakan kabar kepastian kepulangan final saya dari merantau. Dalam pesan yang saya terima via BBM, ia mengatakan bahwa dirinya tak ada kegiatan di atas jam 9 malam dan ingin menunjukkan sesuatu pada saya. Saya mengiyakan ajakannya untuk bersua, dan kami memutuskan untuk bertemu di Knock! Hangspot di dekat kolese John De Britto.

Mendengar Hephaestus dan Lefty Fish

Jam menunjukkan pukul 10 malam, dan Halim datang dengan membawa kejutan. Usai memesan minuman, ia mengeluarkan handphone dan headset. Sejenak saya merasa harus waspada. Benar saja, Halim menawarkan saya untuk mendengar demo dari dua side project-nya, Hephaestus dan Lefty Fish.

Untuk Hephaestus, saya sudah tidak begitu asing. Terlebih duo Halim Budiono dan Wiman Rizkidarajat (belakangan Johanes Arya dari Deadly Weapon kabarnya meminang posisi drummer di Hephaestus) sudah pernah melepas single pada Record Store Day tahun lalu. Maka ketika mendengarkan demo terbarunya, saya tidak terlalu terkejut, meskipun saya berkata padanya bahwa demo terbaru Hephaestus terasa lebih segar dari yang sebelumnya.

Lanjut ke demo selanjutnya, Halim meminta saya benar-benar bersiap dulu sebelum mendengarkan. Tak hentinya dia meminta saya tidak mendengarkan headset sambil berbincang. Dia meminta saya fokus. Oke, saya tahu kalau dia punya mainan baru. Beberapa waktu sebelumnya Halim membocorkan kegiatan rekaman band bernama Lefty Fish via Instagram yang terkoneksi ke Facebooknya. Dalam beberapa video pendek yang diunggahnya, tampak penggunaan elemen keyboard dan trumpet serta vokalis wanita. Waktu itu saya lebih cenderung mengomentari sound gitarnya yang kian gahar ketimbang memusingkan diri menebak seperti apa musik yang diusung si Ikan Kidal ini.

Tombol play ditekan. Dalam lagu yang nantinya saya ketahui berjudul Code Name: Mosquito ini suara trumpet membuka lagu dengan manis. Lalu semesta saya luluh lantak. Bangsat, paman tua nakal ini membabat habis telinga saya dengan mainan barunya ini! Suara vokal ala mbak-mbak unyu yang kadang berubah jadi nenek lampir dari Neraka menyalak-nyalak diantara gerungan gitar dan drum yang super bising dipadukan dengan keyboard dan trumpet yang kadang tampil nakal, seperti dimainkan oleh pelajar sekolah musik yang frustasi namun anehnya, enak untuk didengarkan berulang-ulang. Malam itu saya meminta Halim mengulang-ulang lagi semua tracks Lefty Fish yang diperdengarkannya pada saya dan saya puas.

Halim hanya cengengesan saja melihat ekspresi saya usai mendengarkan semua lagu Lefty Fish. Saya Cuma bilang satu hal dengan nada bercanda padanya: “Cranial Incisored sudah boleh bubar dengan tenang dan terhormat”. Bukan tanpa sebab saya berkata seperti ini. Lebaran tahun lalu saya berjumpa dengan Didiet Henry, vokalis Cranial Incisored yang berkata pada saya bahwa Incisored sudah setahun tidak menyambangi studio, baik untuk berlatih maupun merekam lagu baru. Juga tak ada jadwal manggung yang biasa saya jumpai melalui laman Facebook Halim. Ketika saya kroscek langsung pada Halim, ia hanya mengatakan “ya gitu deh,” yang tentu saja membuat die-hard fan macam saya menjadi geram. Maka ketika Halim menyuguhkan mainan barunya yang sedikit seperti Incisored era album pertama namun dengan sentuhan yang berbeda, baik dari absennya posisi pemain bass maupun penggunaan elemen tiup dan keyboard, saya cukup bahagia meski berharap dalam hati agar Cranial Incisored tak perlu sampai bubar nantinya. Jangan. Jangan sampai.

Proses Cuci Otak

Halim hanya tertawa mendengar komentar saya tadi. Seolah membelokkan arah pembicaraan, dia menyasar komentar saya tentang permainan gitarnya yang mengingatkan saya pada album pertama Incisored, “ya mungkin karena ini baru, energinya masih meledak-ledak dan fresh, jadi kaya waktu dulu garap album Rebuild” (Rebuild: The Unfinished Interpretation of Irrational Behavior – album pertama Cranial Incisored).

Halim melanjutkan ceritanya tentang proses penggarapan band ini. Sudah sejak lama saya tahu kalau dia bermimpi mempunyai band dengan alat musik tiup. Tak heran, setahu saya dia cukup menggilai John Zorn dan Naked City-nya, pun Melt Banana yang nuansa musiknya juga bisa ditemui sambil lalu pada Lefty Fish. Maka ketika di tahun 2007 silam dia berkata pada saya mampu membuat band yang lebih gila dari Cranial Incisored, saya percaya dan sedikit banyak berpikiran bahwa tipikal band yang saya sebut di atas lah yang akan digadangnya. Maklum, dari sekian band dan proyek yang diikutinya, hanya yang bertipikal di atas saja yang belum pernah saya saksikan kemunculannya dalam karya-karyanya, meskipun Cranial Incisored pernah membawa pemain keyboard, trumpet bahkan synthesizer dalam live performance-nya.

Halim mengatakan, proses pembentukan karakter adalah bagian awal yang tersulit, karena ia menggandeng beberapa nama dari dunia Metal yang belum terbiasa bermain dalam hitungan ganjil sepertinya. Halim mencontohkan dengan keberatannya pada drummer Andi Wahyu Purbono jika ia menyelipkan pukulan khas Death Metal, bahkan menolak lanjut ke bilik rekaman jika tak kunjung mendapatkan pemain trumpet. Beruntung akhirnya ia menemukan orang yang sesuai keinginannya setelah mendapat masukan dari Iqbal Lubis, gitaris Sangkakala.

Tak hanya itu, untuk pemilihan nama pun Halim tidak mau proyekannya ini dinamai nama-nama seram berdarah. Entah bagaimana akhirnya hingga nama Lefty Fish tercuat, namun saya menduga Halim memakai contoh nama Melt Banana maupun Naked City sebagai pertimbangan. Maksudnya, persetan dengan arti filosofis, nama harus unik dan tidak perlu sangar ataupun nyambung yang penting singkat, padat, jelas, fuck you. Pada salah satu kesempatan, saya bahkan berkelakar di laman Facebooknya bahwa Lefty Fish adalah ikan penganut Marxisme, suka kekiri-kirian [:p].
Foto: Facebook Lefty Fish


Hephaestus Atau Lefty Fish?

Obrolan saya dengan Halim di Knock! Berakhir pada pukul satu dini hari. Pada mulanya Halim mengatakan akan merilis lebih dahulu single terbaru Hephaestus secara bebas unduh di akun Soundcloudnya baru kemudian melepas single Lefty Fish. Ia beralasan, biarkan publik dibebani dulu dengan Hephaestus dan mencernanya habis baru digebrak ulang dengan Lefty Fish. Saya menyatakan keberatan, karena publik sudah lebih dulu mengenal Hephaestus. Si Ikan Kidal ini masih segar dan tak perlu menunggu lama-lama untuk mencuat ke permukaan, begitu alasan saya. Entahlah apa pertimbangan Halim setelah saya katakan hal itu, karena selanjutnya memang single Lefty Fish lah yang akhirnya ia keluarkan pertama kali, menyusul kemudian single anyar Hephaestus.

Sejarah Dimulai

Nyaris dua bulan kemudian sejak pertemuan saya dengan Halim, akhirnya di suatu pagi saya melihat ia memajang pamflet gigs perdana Lefty Fish di Baby Blues Cafe dalam rangka album launching YK\\DK dan Energy Nuclear pada laman Facebook personalnya. Akhirnya, saya akan bisa melihat langsung aksi mereka!

Tepat pada hari yang dinantikan (25/4), saya sudah berada di Baby Blues cafe, Jl. Bantul, Yogyakarta. Jam masih menunjukkan pukul 7.15 ketika saya memasuki venue. Baby Blues cafe tampil seperti kafe-kafe yang kerap disewa EO kolektif lokal di tahun 2006-2009 dulu, kecil dan perangkat tata suara seadanya.

Saya mengirim pesan singkat kepada Halim perihal suasana kafe. Halim hanya menanggapinya dengan tertawa dan berkata sedang dalam perjalanan. Lefty Fish nampaknya akan terlambat. Benar saja, ketika nama Lefty Fish sudah dipanggil, mereka masih belum datang. Panggung sempat reses sejenak dan banyak pengunjung yang keluar sekedar mencari angin.

Selang beberapa menit kemudian, datanglah rombongan Lefty Fish. Saya langsung menghampiri Halim dan menawarkan bantuan sekedarnya. Jujur saya agak khawatir dengan perangkat tata suara panggung. Maklum, Halim memakai gitar 7-strings ukuran besar yang diset downtuned dengan senar nomor 7 disetem seperti senar 8 yang pastinya berfrekuensi rendah dan sungguh aduh biyung eman-eman kalau dipasangkan dengan sound system yang hemhemhem~

Tapi nampaknya ia sendiri tak ambil pusing. Terbukti dengan pergerakannya yang langsung melakukan direct gitar ke dua output ampli tanpa banyak melakukan set-up. Saya kurang memperhatikan pergerakan para koleganya karena terlalu sibuk membantunya ngolor kabel. Maka begitu semua kelar, saya segera cari posisi aman untuk menikmati aksi Lefty Fish.

Foto: maharddhika.wordpress.com
Biduanita Fransisca Ayu masuk ke panggung dengan santai dan membuka sesi pertunjukan mereka dengan sambutan lemah lembut yang menurut salah satu ulasan, seperti suara mbak-mbak customer service atau pemberitahuan saat pintu theater dibuka pada salah satu jaringan bioskop besar di Indonesia.


Saya mengambil tempat di pojok kanan panggung, beberapa langkah di belakang keyboardist Andi Haryono dan sedikit di sebelah drummer Bono. Begitu lagu pertama dimulai, saya cuma tertawa terbahak-bahak, bahagia dan puas luar biasa. Tak hentinya saya cuma membatin di dalam hati, “bangsat, bangsat, bangsaaaaaaat! Keren!”

Rasanya, hampir seluruh gig goers yang hadir juga merasakan gairah yang sama dengan yang saya rasakan. Saya merasakan kembali gairah yang dulu pernah saya dapati kala pertama kali mengenal Cranial Incisored. Maka dengan ini saya memastikan untuk merapatkan diri dalam barisan penggemar fanatik Lefty Fish, dan tentunya sambil berharap bahwa ini bukan proyek eskapisme Halim saja dari hiatusnya Cranial Incisored.

Godspeed!


0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More