Saturday, 31 March 2018

Catatan Dokumentasi Proses Rekaman LeftyFish - Hello Kittie's Spank



Sebelum berbicara tentang album terbaru LeftyFish yang berjudul 'Hello Kittie's Spank', izinkan saya memulai tulisan ini dengan sebuah pengakuan: sulit bagi saya untuk menulis apapun tentang LeftyFish tanpa terlihat subjektif. Setelah mencermati sejumlah tulisan lawas saya tentang mereka, baik di blog ini maupun di catatan dalam laman Facebook pribadi saya, hampir pasti saya selalu memuji mereka.

Saya meyakini bahwa kedekatan pribadi dengan beberapa personel LeftyFish akan membuat saya tidak fair dalam memberikan review atau ulasan tentang 'Hello Kittie's Spank'. Mengutip Wendi Putranto (ex jurnalis Rolling Stone, manajer Seringai kini), "Dan sialnya, saya terlanjur punya prinsip untuk tidak menulis atau mewawancara band yang saya manajeri sendiri, apalagi kemudian menerbitkannya di Rolling Stone. No fucking way!..."

Apa yang Wendi ucapkan itu, saya yakini merupakan bentuk keprofesionalannya sebagai seorang jurnalis yang dituntut untuk selalu objektif dalam kondisi apapun. Berangkat dari hal inilah saya memutuskan untuk tidak memberikan ulasan tentang 'Hello Kittie's Spank'. Sebagai gantinya, saya tertarik untuk bercerita tentang proses LeftyFish merekam album ini, setahun yang lalu....

Sebelum kamu melanjutkan membaca, perlu saya ingatkan bahwa tulisan ini lumayan panjang. Siapkan kopi dan cemilan agar kamu tidak bosan. Selamat membaca!

18 Maret 2017 


Sore itu, drummer J. Arya Andy Putra datang terlambat dari waktu yang dijanjikan. Menurut gitaris Halim Budiono, LeftyFish dijadwalkan untuk memulai sesi pertama rekaman album ‘Hello Kittie’s Spank’ pada pukul 15:00 WIB. Arya baru datang satu jam kemudian bersama Gentong, sahabatnya. Tanpa banyak basa-basi, ia pun segera membenahi setting drum yang akan digunakannya untuk merekam album ini. Menurut Halim, ada sekitar 12-14 tracks yang telah dipersiapkan untuk album ini. Belakangan, kita tahu bahwa angka itu adalah omong kosong semata, karena LeftyFish nyatanya menyuguhkan 17+1 tracks di album ini.

Ki-Ka: Winan, Arya, Mursyid, Ayu, Halim, Bayu

Jika sebelumnya LeftyFish memproduksi EP ‘You, Fish!’ di Elsy Studio, maka untuk album perdana ‘Hello Kittie’s Spank’, Watchtower Studio yang jadi pilihan. Studio milik Yuda Hasfari Sagala (atau dikenal juga sebagai Bable ‘MetallicAss’) ini terletak di kawasan Bantul, dan tengah ramai menjadi rujukan banyak band di Yogyakarta dan sekitarnya untuk merekam karya. Seperti namanya, Watchtower Studio adalah sebuah bangunan berlantai dua yang serupa dengan menara pengawas. Dari ruangan studio di lantai dua, kamu bisa duduk santai di balkon sembari melihat pemandangan sawah di sekitarnya, atau gunung Merapi jika tak terhalang awan.

Di bawah naungan Metallica


Selepas melakukan set up pada perangkat drum, Arya melakukan sedikit pemanasan sembari menunggu Halim dan keyboardist Winan Pratama mempersiapkan alat musiknya masing-masing. Mereka akan mengawal Arya membuat guide track. Bable turun langsung sebagai sound engineer di album ini. Sebagai seorang drummer dari band beraliran thrash, saya cukup yakin kalau Bable mengimani Metallica. Terbukti dari adanya poster wajah para personel Metallica era Black Album yang terpampang di atas mixing console. Dan di hadapan para ‘dewa’ thrash itulah LeftyFish akan menuliskan sejarahnya.

Sedikit flashback, saya mengikuti perkembangan LeftyFish sejak EP pertama mereka. Dan jika saya tidak over confident, mungkin saya adalah salah satu pendengar awal LeftyFish yang berhasil membujuk Halim untuk lebih dahulu memperkenalkan LeftyFish ketimbang melepas single baru Hephaestus (proyek sampingan Halim dengan Wiman Rizkidarajat – vokalis Spider’s Last Moment cum editor webzine Heartcorner Collective) di tahun 2015 silam (cerita soal ini bisa dibaca melalui tulisan saya yang berjudul “Lefty Fish: Mainan Baru Halim Budiono yang Tidak Main-Main”). Saya punya keyakinan kuat bahwa album penuh ini akan lebih gila dari sebelumnya. Itulah sebabnya saya jauh-jauh hari sudah menawarkan diri pada Halim untuk menjadi seksi dokumentasi pada proses LeftyFish merekam ‘Hello Kittie’s Spank’.

Rasa baru


Saya segera menyiapkan kamera ketika Arya telah selesai melakukan pemanasan dan bersiap untuk melakukan take lagu pertama. Drummer band grindcore Deadly Weapon ini didaulat untuk menggantikan sementara drummer asli LeftyFish, Andi Wahyu Purbono, yang konon sedang dalam masa pemulihan karena sempat mengalami kecelakaan. Meski Arya mengaku bahwa dirinya hanyalah ‘pemain pengganti’ berstatus tidak tetap, namun kehadirannya cukup memberi nuansa baru. Saya sendiri sudah tidak meragukan lagi kemampuan Arya dalam menggebuk drum, sehingga tidak begitu heran ketika dia banyak melakukan ubahan pada part drum yang dulu diisi oleh Bono agar lebih sesuai dengan gaya permainannya yang cukup rapat dan presisi.

Arya saat merekam track drum

Sembari merekam proses rekaman ini, saya mulai menyadari bahwa sosok Winan akan cukup berperan signifikan di album ini. Saya memang belum mengenal Winan secara personal, namun saya tahu bahwa ia pernah sekali waktu membantu Cranial Incisored (band terdahulu Halim, yang menurutnya “siap dibangkitkan kapan saja”) dalam penampilan live-nya. Jadi meski Winan tidak tergabung dalam band bergenre ‘berisik’ apapun, rasanya ia tidak akan terlalu kesulitan menyesuaikan diri.

Tak hanya merekam keyboard, Winan juga mendirect seksi tiup dan menjadi asisten sound engineer
Winan toh tak sekedar menyesuaikan diri. Ia bahkan membuang jauh-jauh identitas musikal seksi keyboard yang dulu pernah diisi Andi Haryono. Kita tahu, LeftyFish memasukkan ulang lagu-lagu mereka di EP ‘You, Fish!’ dengan sedikit ubahan aransemen. Dan berkat keberadaan Winan, saya menemukan gairah baru dalam mendengarkan lagu-lagu lama LeftyFish itu. Memang, ada kalanya Winan terlalu mendominasi dengan memberikan sentuhan keyboard yang rumit ala Jordan Rudess (Dream Theater) saat berada di studio. Namun baik Halim maupun Arya nampak sepakat bahwa bukan fill seperti itu yang dibutuhkan LeftyFish, melainkan sentuhan yang ringan, kacau, namun sekaligus memukau di waktu yang bersamaan. Beruntung, Winan mampu memberikan hal tersebut.

Konsep punk dan kekacauan yang terstruktur


Dari seksi Gitar, Halim kini tak lagi menggunakan Scechter 7 senar yang ia pakai di EP terdahulu. Sebuah gitar baru yang unik keluaran Woodman Guitars kini menjadi andalannya. Gitar yang Halim gunakan ini betul-betul unik karena dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan Halim, termasuk dengan penggunaan neck trapesium dan fanned-fret.

Halim saat take gitar

Dalam salah satu wawancara yang saya lakukan padanya, ia mengaku ingin album ini terdengar lebih punk. Jujur saya bingung. Dari segi manapun, LeftyFish tetap tidak punya aura punk. Saya bahkan sampai memaki-maki halim di dalam hati karena di sebuah wawancara lain bersama Solo Radio (22 Maret 2018), ia mengaku bahwa referensi musik yang dipakainya untuk menggarap album ini sarat oleh katalog dari genre musik RnB. Iya, Rhythm n Blues, jenis musik hasil kawin silang jazz, gospel dan blues yang lahir dari kalangan Afro-Amerika itu! Carilah output-nya di album ini. Ketemu ndak? Saya sih engga.

Halim (kiri) jadi sosok paling bertanggung jawab atas 'kekacauan' dari band ini
Meski begitu, belakangan saya baru menyadari bahwa spirit bermusik secara punk lah yang ingin Halim tonjolkan, bukan mentah-mentah menafsirkan punk dalam artian musik jurus tiga chord. Contohnya saja, Halim berkali-kali mengingatkan peniup trumpet Ahmad Mursyid untuk meniup secara liar dan serampangan, alih-alih teratur layaknya sebuah orkestra. Mursyid tentu saja bingung bukan buatan. Dalam disiplin ilmu yang ia kuasai, setiap not ada teori dan asal-muasalnya. Namun di mata Halim, teori ada untuk dilanggar, dan segala hal yang baku perlu ditinggalkan saja di bangku sekolah musik.

Saya rasa, Halim ingin membangun kekacauan yang terstruktur. Terdengar kacau dan saling tabrak saat didengarkan, namun tak dinyana sekaligus teratur secara sistematis. Bangsat betul memang paman satu ini. Tak habis pikir saya dibuatnya. Ia bahkan pernah berkata pada saya bahwa part yang ia mainkan akan dominan oleh pola chord, sehingga siapapun bisa saja menggantikannya kalau ia berhalangan. Ah, tapi saya yakin hal itu tidak mungkin terjadi. Siapa pula yang merasa sanggup memainkan pola gitar yang amburadul seperti itu? Tapi setidaknya ia benar, jika membandingkan dengan karya-karyanya di Cranial Incisored, permainan gitar Halim di LeftyFish terasa lebih mudah dan masuk akal untuk dimainkan. Walaupun tentu saja tidak demikian adanya.

Seksi tiup


Pada album ini, LeftyFish tidak mengajak serta saxophonist Keke Ode Naomi dikarenakan Keke sedang dipusingkan oleh keperluan akademisnnya. Sementara pemain trumpet Bergas (turut mengisi di EP ‘You, Fish!’) ataupun Erson Padapiran (membantu LeftyFish saat menjadi penampil di album launching kelompok Energy Nuclear) dipastikan absen. Adalah Ahmad Mursyid dan Bayu Atmojo dari kelompok Auretté and The Polska Seeking Carnival yang kemudian menjadi duo pengisi brass section dengan Mursyid sebagai peniup trumpet dan Bayu meniup trombone. Keduanya memang sudah kawakan bermain musik tiup, namun bermain dalam sebuah band yang menjunjung tinggi kekacauan dalam struktur musiknya tentu menjadi pengalaman baru bagi keduanya.

Mursyid saat take trumpet
Alhasil, Mursyid maupun Bayu berulangkali menemui jalan buntu dan mungkin nyaris patah arang, sementara Halim sendiri kesulitan untuk menyampaikan isi pikirannya dalam Bahasa musik yang dipahami oleh Mursyid maupun Bayu. Beruntung, Winan lagi-lagi datang sebagai penyelamat. Ia men-direct seksi tiup dengan bantuan keyboard, sekaligus merapikan bagian-bagian yang tidak sesuai tempo. 
Bayu saat mengisi layer trombone
Jujur, saya sendiri sampai habis kesabaran dan memutuskan tidak mengambil lebih banyak lagi footage video perekaman instrument tiup saking kerapnya terjadi pengulangan take. Saya memilih turun dari studio dan menikmati secangkir kopi bersama Arya. Jadi kalau kamu amat menikmati isian musik tiup di album ‘Hello Kittie’s Spank’, jangan salah, prosesnya berdarah-darah, rumit dan tidak secepat durasi lagunya. Bahkan Winan pun mengatakan pada Halim bahwa dibutuhkan peran seorang konduktor untuk memimpin brass section jika Halim jadi bermaksud melengkapi pasukan tiupnya dengan tambahan saxophone dan horn.

Menjadi ibu penuh-waktu dalam sebuah band


Proses pembuatan album ini kian terasa ‘punk’ saat saya tahu bahwa vokalis Fransisca Ayu ternyata sama sekali tidak pernah mengikuti proses kreatif dalam menciptakan lagu-lagu baru dikarenakan kondisinya yang sedang berbadan dua kala itu. Otomatis, ia harus menggunakan daya imajinasinya untuk menempatkan lirik-lirik ganjil dalam tatanan musik yang tak kalah ganjilnya.

Lirik lagu boleh sederhana, tapi cara mengisinya bikin pusing
Kalau kamu sudah membeli album Hello Kittie’s Spank dan mencermati sheet liriknya, kamu akan menemukan bahwa lirik-lirik LeftyFish biasanya pendek saja dan berisi tentang hal-hal absurd macam perang layangan, menangkap belut di sawah, hingga perkara baterai ponsel yang tiris karena dimakan sinyal yang buruk.

Merekam vocal sambil gendong anak? Tanya Ayu caranya!
Namun sekali lagi, berkarya memang tidak semudah itu. Beberapa kali saya menyaksikan langsung betapa Ayu harus memeras otak untuk bisa menempatkan lirik secara presisi dalam aransemen musiknya. Ia harus tahu kapan waktu terbaik untuk berteriak bak nenek sihir dari neraka, bernyanyi genit macam gadis remaja yang baru puber, hingga berbisik-bisik lirih seperti ibu-ibu yang bertukar gosip. Dan itu semua ia lakukan sembari mengawasi anaknya yang masih belum bisa lepas jauh-jauh darinya! Tak jarang, proses merekam vokal harus dihentikan karena malam sudah terlalu larut, atau sang buah hati sudah tak bisa dibujuk lagi untuk tetap tenang dalam pengawasan ayahnya.

Artwork dan label


Masih seperti sebelumnya, LeftyFish setia bermain dengan artwork yang kekanak-kanakan dan jauh dari kesan-kesan seram. Karakter Hello Kitty yang imut, lucu, dan meggemaskan diubah jadi garang dan gemar membawa perkakas ‘berbahaya’ macam golok dan mesin bor. Secara pribadi, saya agak ragu dengan legalitas penggunaan karakter dari Sanrio tersebut. Namun setidaknya, artwork buatan Ahmad Miqdad Alfaya ini masih bisa ngeles dengan mengatakan bahwa karakter di album LeftyFish bernama Hello Kittie, bukan Hello Kitty.

Hello Kittie, bukan Hello Kitty

Berhubung saya sudah kenal Halim sejak era album pertama Cranial Incisored, maka saya amat yakin bahwa ia tak kan begitu saja rela merilis album ini tanpa memberikan hadiah tambahan. Bagi kamu yang melakukan pre-order CD album ini, maka akan mendapatkan bonus 3D hologram yang cukup kolektibel. Walau bonus ini mengingatkan kita pada penggaris mika hologram di zaman SD yang terlihat sederhana, saya tahu pasti bahwa butuh banyak trial and error untuk membuat bonus 3D hologram ini bisa direalisasikan. Sebetulnya Halim punya konsep bonus lain yang tak kalah menarik. Sayang ada satu dan lain hal yang membuatnya belum bisa diwujudkan. Doakan saja semoga bisa hadir di album LeftyFish selanjutnya. Haha.

Elephant Tatsumaki Recordings menggantikan Hitam Kelam Records
Untuk album ini, Hitam Kelam Records tak lagi menjadi label LeftyFish dan digantikan oleh Elephant Tatsumaki Recordings. Elephant Tatsumaki sendiri adalah sebuah nickname yang identik dengan Halim. Kalau tak percaya, tengok saja gitar yang dipakai Halim dan lihat apa yang tertera di atas fretboard. Tapi bukan itu intinya. Anggap saja bahwa Elephant Tatsumaki Recordings adalah sebuah personifikasi dari keinginan LeftyFish untuk merilis sendiri albumnya. Mereka toh sudah paham peta pasar konsumennya dan tahu persis celah-celah apa yang bisa disasar untuk mendistribusikan album ini.

Akhir kata, saya memang tidak bisa mereview album ini. Tapi saya bisa bercerita tentang proses rekaman album ini. Di tengah gempuran industri musik yang serba digital dan kian banyaknya label yang tiarap, keberanian merilis album fisik tentu layak diapresiasi. Oh ya, konon LeftyFish juga akan melepas album ini dalam format kaset yang dirilis oleh kolaborasi Jizzlobber Records dan Tarung Records pada Records Store Day nanti. Nantikan saja!



0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More