Friday 17 May 2013

Balada Joni dan Susi Adalah Kegetiran yang Terbungkus Romantisme


Mungkin perkenalan saya dengan band yang lebih suka disebut sebagai Seniman Kolektif bernama Melancholic Bitch terbilang telat. Eksistensi mereka sudah berlangsung lama, tetapi saya baru berkesempatan menyaksikan live mereka pada sekitar tahun 2007 atau 2008 dalam sebuah acara yang diadakan oleh salah satu apparel shop kenamaan Kota Yogyakarta yang kini sudah tutup usia. Entah kenapa, rasanya ada yang berbeda dari band ini. Mereka melakukan set-up alat lebih lama dari band penampil lainnya. Atmosfer saat mereka memainkan repertoirnya pun terasa ada aura magis yang menyelubungi venue. Meski saya belum pernah mendengar satupun lagunya kala itu, tapi saya bisa merasakan pesan yang disampaikan melalui kegetiran vokal Ugoran Prasad sang biduan Melancholic Bitch.


Adalah Balada Joni dan Susi, album yang rilis tahun 2009 dibawah bendera Dialetic Recordings dan menjadi album favorit saya sampai saat ini. Jika diminta menyusun 10 album rilisan terbaik dari skena musik Indonesia, saya hakkul yakin menempatkan album ini pada posisi puncak. Tidak ragu lagi.
Sekali lagi, saya telat mengenal album ini. Meskipun saya sudah menyimpan ketertarikan pada Melancholic Bitch dan berikrar untuk memiliki album yang dirilisnya, saya justru pertama kali mendapat album ini dalam versi unduhan mp3 yang saya copy dari salah satu internet cafe sekitar 2-3 bulan setelah album ini rilis dan baru mendapatkan album fisiknya pada Record Store Day 2013 lalu di Makassar.

Dalam suatu pergulatan pikiran, saya mencoba membedah album fenomenal ini dalam beberapa serpihan. Pertama yang saya lakukan adalah meresapi kekuatan lirik yang ditawarkan oleh penulis lirik Ugoran Prasad. Entah bagaimana teknis pengerjaan album berkonsep ini, yang jelas keseluruhan lagu di album ini terangkai dalam suatu alur hingga menjadi sebuah cerita utuh perjalanan cinta sepasang remaja bernama Joni dan Susi ( "Ketika Joni 21 dan Susi 19..." - Intro). Peran Ugoran sebagai penulis lirik dengan gaya bahasa kaya majas dan dituturkan dengan berbagai pesan terirat di dalamnya saya rasa menjadi kekuatan utama album ini. Maklum, Ugoran Prasad juga merupakan seorang fiksionis, penggiat teater dan berbagai macam kegiatan sastra lainnya. Kemampuannya menulis lirik roman melankolis tanpa terdengar picisan mampu membuat tokoh Joni dan Susi naik strata menjadi Romeo dan Julietnya kaum urban.


Departemen musikal yang diajudani Yosef Herman Susilo (Electric-Acoustic Guitar, Mix-Engineer) dan Yennu Ariendra (Electric Guitar, Synth, Laptop) mampu memberikan sentuhan nuansa yang mendukung Ugo bercerita. Pada suatu kesempatan saya mencoba mengulik progresi chord yang mereka mainkan. Ternyata simple saja, meskipun saat mendengarkan secara utuh, musiknya terdengar kompleks dan penuh dengan sempilan psikedelik yang begitu pekat. Saya menduga para penjaga seksi ritmis seperti Teguh Hari Prasetya (Bass, Keyboard), Richardus Ardita (bass, voice) dan Septian Dwirima (Percussion, Laptop) diserahi tugas mengawal line musik dasar Melancholic Bitch sedangkan Yosef Herman Susilo dan Yennu Ariendra menciptakan atmosfer yang membuat musik Melancholic Bitch lengkap, utuh sebagai sarana Ugoran Prasad berkhotbah dan menceritakan kisah cinta kaum kelas bawah yang tekemas rapi dan berkelas.

Secara garis besar Balada Joni dan Susi menceritakan tentang sepasang remaja bernama Joni dan Susi yang mengikat janji sehidup-semati dalam sebuah ruang kelas, entah menikah atau tidak. Sebagai kaum pinggiran, maka bulan madu adalah suatu khayalan saja. Venesia, Cape Town, Lima, sebutkan saja yang kau mau, semua akan kita datangi. Begitu mungkin kala Joni merayu Susi untuk menikmati khayalan bulan madu. Hari berganti hari, Joni tak hentinya menunjukkan kecintaannya pada Susi dalam rangkaian kalimat rayuan sekaligus sebagai suntik penenang dalam menjalani hidup. Bersama-sama selamanya.. Maka siapa yang membutuhkan imajinasi, jika kita punya televisi? Rasa-rasanya ini adalah suatu kontradiksi, dimana Joni dan Susi merana dalam kehidupannya tapi tak putus dalam curahan kasih sayang. HIngga suatu ketika Susi sudah lelah dan jatuh sakit. Joni enggan menyerah pada kemiskinan yang melanda mereka, baginya kesembuhan Susi adalah mutlak, apapun pilihannya. Dia tak gila ketika mendengar dinding-dinding kamar menyuruhnya mencuri roti, apel, apa saja, demi kesembuhan Susi. Maka berangkatlah Joni menyambangi supermarket. Supermarket dan busung lapar adu lari. Sebuah lorong memerangkapnya. Joni tertangkap tangan! Para pemburu berita mengambil gambarnya, menyiarkannya ke seluruh pelosok negeri. Kelanjutan kisah ini sebaiknya anda simpulkan sendiri dengan mendengarkan Balada Joni dan Susi secara full album :)

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More