Wednesday, 2 March 2011

Between the Living and the Dead

Pagi ini saya menerima e-mail dari Gandhi Setyawan, atau yang biasa dikenal di dunia coret-mencoret-tembok sebagai Rase 4. Gandhi adalah graphic designer yang mengerjakan artwork untuk album kedua band saya, Lex Luthor The Hero. Kami sudah bekerjasama dengan Gandhi sejak pasca rilis album pertama kami yang bertajuk A Random Act of Violence. Pada saat itu Gandhi banyak merancang desain kaos untuk kemudian kami komersilkan.

Harus saya akui, karya Gandhi tidak pernah mengecewakan saya. Salah persepsi adalah hal wajar, tapi so far, semua selalu berakhir memuaskan.

Pagi tadi kembali Gandhi salah merepresentasikan kemauan saya. Secara desain, saya tidak kecewa. Saya justru puas luar biasa meskipun apa yang Gandhi kirimkan masih berupa sketsa awal. Kesalahan ada pada tagline. Jujur saja, saya termasuk orang yang ribet dan bawel untuk masalah pengucapan, ejaan, kalimat, dan segala macam frasa lingua lainnya.


Pada awalnya kami berencana memberikan judul We're Mess, You're Disaster untuk album kedua kami. Tapi Gandhi salah menuliskan hingga menjadi I'm Mess, You're Disaster yang mana itu adalah judul lagu kami yang bisa dibilang menjadi "al fatihah"-nya album kedua kami. It's okay, dia sudah merubahnya kembali.

Tapi entah apa yang salah, tadi dia mengirimkan sketsa awal dengan tagline yang semakin berbeda. Menjadi I'm The Mess You're The Disaster. Wow. Saya menjadi bingung karena merasa sudah memberikan tagline yang benar saat konfirmasi. Walaupun tagline-nya salah, harus saya akui, saya tidak rela melepas sketsa yang sudah dikirimkannya itu hanya demi menyesuaikan judul. Karena saya tahu betul, merepresentasikan karya dengan tema adalah hal yang mutual. Keduanya harus saling melengkapi. Kan tidak lucu kalau ada produsen kecap misalnya, memberikan imej produk dengan menamai kecapnya menjadi Kecap Cap Darah Muncrat. See?

Maka saya lalu memutar otak. Saya buka kembali catatan produksi album kedua saya. Saya cermati satu-persatu lirik yang sudah dituliskan Jay, Vokalis saya.

Akhirnya saya menemukan satu kalimat yang mungkin bisa sinkron antara hasil karya Gandhi dengan visualisasi saya mengenai album kedua ini.

Kalimat itu adalah "Between the Living and the Dead"

Kenapa saya merasa pas?
Pertama, karya Gandhi yang salah tagline itu bergambar dua tangan sedang berjabatan. salah satunya tangan utuh dengan daging, yang satu hanya tinggal belulangnya. Cocok bukan?
Kedua, saya merasa tagline itu amat merepresentasikan apa yang kami mulai dulu hingga sekarang. Begini, awal kami terbentuk hingga menelurkan satu album, kami digojlok oleh mental baja mempertahankan idealisme kami yang mana kami berjanji musik kami tidak boleh hanya mengikuti tren atau permintaan pasar semata, tapi harus bisa long live. Itu semua akan dibuktikan dengan melihat siapa yang akan berguguran satu persatu di jalan menuju long live itu tadi. Saat ini Hafidh, si empunya band sekaligus partner in crime saya telah memutuskan untuk gugur di tengah jalan. Saya pun mengakui sempat merasa ingin menyudahi ini semua. Tapi adanya suntikan darah segar dari sekitar kami membuat saya urung dan justru memilih untuk bangkit perlahan. Bukan salah Hafidh kalau kemudian memilih berhenti dari dunia yang membesarkan namanya, bahkan saya tidak menaruh dendam atas kepergiannya yang sangat berat bagi kami. Kami tetap berteman baik. Maka itu adalah representasi judul album kedua kami, Between the Living and the Dead. Kami masih bertahan hidup, sementara beberapa rekan seperjuangan sudah berguguran satu-persatu....

Yang jelas, saya berterimakasih pada Gandhi (rasefour.blogspot.com) dan Hafidh Priambodo :)
You guys are all fukkin awesome !

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More